Siapa sangka perjalanan Microsoft Office 2013 dan Office 365 di Indonesia berada di tangan perempuan belia 26 tahun. Nurfadila, namanya. Perempuan yang akrab disapa Dila adalah Product Manager New Office for Consumer di Microsoft Indonesia.
Belum genap delapan bulan bekerja di perusahaan Bill Gates, Dila memikul tanggung jawab penuh atas kesuksesan produk-produk Microsoft Office terbaru. Bukan hanya reputasi brand Office itu sendiri, kestabilan bisnis Microsoft melalui penjualan Office pun harus ia jaga. Untuk itu, Dila putar otak demi strategi jitu menaikkan permintaan Office di level sell-in, sell-out, bahkan sell-through. “KPI (key performance index) aku itu nge-hit demand generation,” ungkapnya.
Dila mengawali karier sebagai channel marketing perusahaan ponsel asal Jepang, Sony Ericcson, selama 3,5 tahun. Kemudian, ia bergeser ke perusahaan kompetitor, LG, menduduki posisi Section Head Marketing Communication. Belum genap 6 bulan bersarang di zona nyaman, Dila mendapat tantangan yang tak bisa ditolaknya yaitu bekerja untuk Microsoft. “Microsoft sudah seperti perusahaan impian gue,” tutur sarjana Komunikasi Interstudy ini. “Apalagi,” tambahnya, “passion gue nggak hanya di tekno, bisnisnya juga.”
Dila mengungkapkan, core business perusahaan handset tempatnya bekerja sebelumnya, murni dari konsumen. Hal tersebut membuatnya lebih gencar kampanye meningkatkan awareness. Sementara itu core business Office adalah perusahaan, sehingga sebagai Product Manager New Office for Consumer, Dila harus pandai-pandai mengatur siasat menaikkan permintaan Office hingga di tataran ritel dan konsumen. Inilah pencapaian yang dibanggakannya, menjadi manajer di usia muda.
Awalnya Dila sempat mengalami kesulitan beradaptasi, mengikuti ritme kerja laskar Microsoft yang diakuinya sangat cepat dan pandai. “Untungnya gue early-adapter.” Ia banyak belajar secara otodidak, bertanya dan bercerita dengan rekan-rekan kerjanya.
Microsoft Office, ‘anak’ Dila merupakan produk yang mendapat pembaruan terus menerus dari perusahaan pusatnya di Seattle dalam waktu sekitar 3 tahun. Office 2013, misalnya, adalah pembaruan versi sebelumnya yaitu Office 2010. Karenanya, pekerjaan rumah Dila tidak berhenti pada menaikkan permintaan terhadap Office setelah diluncurkan akhir Januari nanti. Tantangan terbesarnya justru bermula setelah peluncuran itu.
“Waktu launch, yang kami kejar adalah awareness. Nah, di tiga tahun itu kami harus kerja keras mengedukasi konsumen supaya update dari Office 2010 ke Office 2013,” tuturnya saat berbincang secara khusus dengan SWA Online.
Tempat kerja dengan flat organization yang egaliter, budaya bekerja dari mana saja, dan konsep meja kerja hot-desking menantang Dila bekerja cepat dan selalu terkoneksi internet. Ia berusaha menikmati adrenalin di saat sibuknya. Bahkan saat libur akhir tahun di Australia, ia membawa laptopnya serta. “Satu hari di Microsoft itu sangat berharga sekali. Satu hari nggak masuk, I’m going to die,” kisahnya. Adanya Lync, aplikasi pesan instan besutan Microsoft banyak membantunya, terutama untuk mengadakan rapat di saat semua orang tidak berada di tempat yang sama.
“Jangan remehkan orang lain, karena ide bisa datang dari siapapun bahkan dari seseorang yang tak pernah disangka,” Dila mengungkapkan prinsipnya dalam membangun karir. Ia mengaku ide pemasaran yang dikerjakannya kerap datang dari obrolan santai dengan orang-orang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Sumber
Belum genap delapan bulan bekerja di perusahaan Bill Gates, Dila memikul tanggung jawab penuh atas kesuksesan produk-produk Microsoft Office terbaru. Bukan hanya reputasi brand Office itu sendiri, kestabilan bisnis Microsoft melalui penjualan Office pun harus ia jaga. Untuk itu, Dila putar otak demi strategi jitu menaikkan permintaan Office di level sell-in, sell-out, bahkan sell-through. “KPI (key performance index) aku itu nge-hit demand generation,” ungkapnya.
Dila mengawali karier sebagai channel marketing perusahaan ponsel asal Jepang, Sony Ericcson, selama 3,5 tahun. Kemudian, ia bergeser ke perusahaan kompetitor, LG, menduduki posisi Section Head Marketing Communication. Belum genap 6 bulan bersarang di zona nyaman, Dila mendapat tantangan yang tak bisa ditolaknya yaitu bekerja untuk Microsoft. “Microsoft sudah seperti perusahaan impian gue,” tutur sarjana Komunikasi Interstudy ini. “Apalagi,” tambahnya, “passion gue nggak hanya di tekno, bisnisnya juga.”
Dila mengungkapkan, core business perusahaan handset tempatnya bekerja sebelumnya, murni dari konsumen. Hal tersebut membuatnya lebih gencar kampanye meningkatkan awareness. Sementara itu core business Office adalah perusahaan, sehingga sebagai Product Manager New Office for Consumer, Dila harus pandai-pandai mengatur siasat menaikkan permintaan Office hingga di tataran ritel dan konsumen. Inilah pencapaian yang dibanggakannya, menjadi manajer di usia muda.
Awalnya Dila sempat mengalami kesulitan beradaptasi, mengikuti ritme kerja laskar Microsoft yang diakuinya sangat cepat dan pandai. “Untungnya gue early-adapter.” Ia banyak belajar secara otodidak, bertanya dan bercerita dengan rekan-rekan kerjanya.
Microsoft Office, ‘anak’ Dila merupakan produk yang mendapat pembaruan terus menerus dari perusahaan pusatnya di Seattle dalam waktu sekitar 3 tahun. Office 2013, misalnya, adalah pembaruan versi sebelumnya yaitu Office 2010. Karenanya, pekerjaan rumah Dila tidak berhenti pada menaikkan permintaan terhadap Office setelah diluncurkan akhir Januari nanti. Tantangan terbesarnya justru bermula setelah peluncuran itu.
“Waktu launch, yang kami kejar adalah awareness. Nah, di tiga tahun itu kami harus kerja keras mengedukasi konsumen supaya update dari Office 2010 ke Office 2013,” tuturnya saat berbincang secara khusus dengan SWA Online.
Tempat kerja dengan flat organization yang egaliter, budaya bekerja dari mana saja, dan konsep meja kerja hot-desking menantang Dila bekerja cepat dan selalu terkoneksi internet. Ia berusaha menikmati adrenalin di saat sibuknya. Bahkan saat libur akhir tahun di Australia, ia membawa laptopnya serta. “Satu hari di Microsoft itu sangat berharga sekali. Satu hari nggak masuk, I’m going to die,” kisahnya. Adanya Lync, aplikasi pesan instan besutan Microsoft banyak membantunya, terutama untuk mengadakan rapat di saat semua orang tidak berada di tempat yang sama.
“Jangan remehkan orang lain, karena ide bisa datang dari siapapun bahkan dari seseorang yang tak pernah disangka,” Dila mengungkapkan prinsipnya dalam membangun karir. Ia mengaku ide pemasaran yang dikerjakannya kerap datang dari obrolan santai dengan orang-orang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar